The Effects of Problem Based Learning Model In
Improving Mathematics Outcomes
Pengaruh Model Problem
Based Learning Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika
Indri Haryani
Guru Matematika SMP Negeri 18
Jakarta
The purpose of this reseach
is to know the effects of Problem Based learning (PBL) on mathematics learning
outcomes. This study is class action reseach with subjects from class VIII-1
SMPN 18 Jakarta. The data of this reseach was obtained from test score,
performance assessment and questions form. The data were analized using
descriptive quantitative and quantitatively based on the percentage of success.
This study used in problem based learning was regular polyhedra. The result of
this study showed increasement of score in cycle I, II and III were 74, 77 and
80. The value of performance assessment showed increasing result for three
cycle (66, 83 and 89 respectively). The
learning result that reached minimun standard criteria in three cycles were
57%, 72%, and 80%. Based on the questionnare, 97% of participants had moderate
and high understanding in learning using the PBL. The reseacher concluded that
PBL have good impact on the improvement
of learning outcomes.
Keywords: learning result,
performance assessment, problem based learning.
PENDAHULUAN
Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil
belajar yang rendah. Dalam upaya
meningkatkan hasil belajar diperlukan usaha yang efektif untuk mencapai hasil
yang terbaik. Untuk
mengantarkan peserta didik sukses dalam ujian nasional, guru mengupayakan agar
pembelajaran yang dilakukan mendapatkan hasil yang memuaskan. Guru sebagai agen pembaharuan harus mampu
berperan dalam membentuk peserta didik yang berkarakter, dan berpikir kritis
dengan melakukan inovasi dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini penulis melakukan
penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi
bangun ruang sisi datar. Pada Problem Based Learning (PBL) menggunakan
masalah nyata di awal tahap pembelajaran sebagai sarana bagi peserta didik
untuk membangun pengetahuannya. Peserta didik secara individual maupun
berkelompok menyelesaikan masalah nyata tersebut dengan menggunakan strategi
atau pengetahuan yang telah dimiliki, peserta didik secara aktif membangun
pengetahuannya sendiri, bukan menerimanya dalam bentuk jadi dari guru. Melalui PBL peserta didik akan memperoleh
pengetahuan yang bermakna.
Berdasarkan latar belakang masalah maka
penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar materi bangun ruang sisi datar pada peserta didik kelas VIII-1
SMP Negeri 18 Jakarta
tahun pelajaran 2017/2018 ?”
Manfaat penelitian ini bagi peserta
didik adalah melalui penyelesaian masalah yang diberikan pada awal pembelajaran
peserta didik mendapatkan
pengalaman bermakna yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya. Manfaat bagi guru adalah menambah
wawasan dan informasi untuk memilih
bentuk-bentuk pendekatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi
peserta didik sesuai dengan materi yang akan diajarkan, agar dalam pembelajaran
mendapatkan hasil yang maksimal. Manfaat bagi sekolah adalah model PBL dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan tentang
peningkatan pembelajaran yang berkualitas.
Savoi dan
Andrew (1994) mengemukakan enam tahapan proses tahapan berbasis masalah sebagai
berikut: 1) mulai dengan penyajian masalah; 2) masalah hendaknya berkaitan
dengan dunia peserta didik (masalah rill); 3) organisasi pembelajaran sesuai
dengan masalah; 4) memberi peserta didik tanggung jawab utama untuk membentuk
dan mengarahkan pembelajarannya sendiri; 5) menggunakan kelompok-kelompok kecil
dalam pembelajaran; 6) menuntut peserta didik
untuk
menampilkan apa yang telah mereka pelajari.
Menurut Kemdikbud (2013: 10) pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata yang tidak
terstruktur (ill-structured) dan
bersifat terbuka (open-ended) sebagai
konteks atau sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta membangun pengetahuan baru.
Menurut Nur
(dalam Kemdikbud 2013 :13) langkah- langkah pembelajaran berbasis masalah
mencakup 5 tahap yaitu: 1) Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah, 2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar, 3) Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok, 4) Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Menurut hasil penelitian Tany,
Utami ( 2013 ),
Berdasarkan penerapan Problem Based Learning (PBL) pada kelas VII-A yang berhasil mencapai indikator keberhasilan,
yaitu pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan
pendekatan Problem Based Learning (PBL)
yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
METODE
Penelitian dilakukan di kelas VIII-1 SMPN 18 Jakarta,
selama empat bulan sejak bulan
Februari 2018 s.d Mei
2018.
Penelitian dilakukan terhadap 36 peserta didik terdiri atas 17
peserta didik laki-laki dan 19 peserta didik perempuan. Penelitian ini dibantu oleh 2 orang
guru teman sejawat sebagai kolaborator dalam pelaksanaan penelitian.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan
penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas, sehingga disebut Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini terdiri dari 3 siklus masing-masing siklus
meliputi : perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hal ini sesuai
pendapat Suharsimi A, Suhardjono, Supardi (2008: 73) PTK dilaksanakan dalam bentuk
siklus berulang yang di dalamnya terdapat empat bahasan utama kegiatan yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Penilaian dilakukan dalam 3 aspek yaitu penilaian
kognitif, penilaian
keterampilan melalui penilaian kinerja dan
penilaian afektif
untuk menilai respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan memberikan angket pada
siswa.
Indikator keberhasilan sebagai
berikut: 1) Pada siklus I: a) Hasil belajar 70 peserta didik belum berhasil,
b) Aspek ketrampilan (penilaian kinerja)
peserta
didik dikatakan berhasil; 2) Pada siklus II: a) Peserta didik diatas KKM (70) minimal 65 % b) Penilain kenerja (keterampilan) minimal
70 % peserta didik berhasil; 3) Pada siklus III, a) Minimal 75 % peserta didik
diatas KKM (70), b) Keterampilan, minimal 80 %
peserta didik berhasil, c) Hasil angket pemahaman, minimal 75% peserta didik dengan skor.
Sumber data meliputi guru, peserta didik ,dokumen dan proses belajar
mengajar. Jenis data yang diperoleh adalah data
kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari lembar kerja siswa (LKS), tes akhir siklus, hasil pengamatan
kinerja peserta didik dan hasil angket siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir siklus untuk mengetahui keberhasilan siswa,
pengamatan
/observasi peserta didik melalui penilaian kinerja dalam
proses pembelajaran sebagai penilaian ketrampilan, angket peserta didik
untuk
mengetahui respon peserta didik
terhadap
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan catatan lapangan.
Dalam penelitian ini data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penilaian yang dilakukukan adalah
: 1) Penilaian kognitif, 4 indikator untuk penilaian
keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran rentang nilai 1-25. Skor tertinggi 4 x25 = 100 ,skor terendah 1 x 25 =25. Apabila rata-rata hasil penilaian ≥ 70 maka peserta didik dinyatakan
berhasil ( tidak mengalami kesuitan belajar). Apabila rata hasil penilaian
peserta didik < 70 maka dinyatakan belum berhasil (masih mengalami kesulitan dalam
belajar). Penelitian tindakan ini dinyatakan berhasil apabila jumlah peserta didik
yang memperoleh nilai ≥ 70 semakin banyak jumlahnya dari siklus I ke siklus II
kemudian ke siklus III. Sehingga peserta didik yang mengalami kesulitan belajar makin
berkurang; 2) Penilaian kinerja dengan menetapkan 6 butir
indikator penilaian ketrampilan.
Penilaian keterampilan dinyatakan berhasil jika memperoleh nilai ≥ 70.
Penelitian tindakan ini berhasil jika jumlah peserta didik yang dikategorikan
berhasil lama makin meningkat dari siklus I ke siklus II selanjutnya ke siklus
III; 3) Angket dengan 10
butir indikator dengan rentang skor 1-4. Skor terendah peserta didik1x10=10,
skor tertinggi 4x10 = 40. Penelitian tindakan ini berhasil jika jumlah peserta didik yang
dikategorikan cukup memahami dan sangat memahami (dengan perolehan
skor ≥ 26)
paling sedikit sebanyak 75%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Refleksi Siklus I (dari hasil pengamatan) peneliti
menemukan masalah yang timbul sebagai berikut: 1) Tahap 1 (mengorientasikan peserta didik terhadap masalah) peserta didik tampak kesulitan dalam
menyelesaikan masalah yang disajikan diawal kegiatan pembelajaran. Peserta
didik perlu lebih terbiasa diberi persoalan dari kehidupan sehari-hari untuk
memotivasi belajar; 2) Tahap 2 ( mengorganisasi peserta
didik untuk belajar), peserta
didik membuat jaring-jaring kubus dan balok. Semua kelompok dapat membuat
jaring-jaring kubus dan balok. Peserta didik dalam kelompoknya menentukan luas
permukaan dari jaring-jaring yang ia buat. Sebagian peserta didik masih
kesulitan menentukan luas permukaan kubus dan balok. Peneliti mengingatkan
tentang luas persegi dan persegi panjang; 3) Tahap 3 (membimbing penyelidikan individual maupun kelompok),
dalam tahap ini peneliti membimbing peserta didik dalam kelompoknya untuk
menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok; 4) Tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya),
pada saat diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya, dua kelompok belum
selesai mengerjakan lembar kerjanya. Tampaknya waktu belum mencukupi untuk
menyelesaikan pekerjan tersebut. Dua kelompok berhasil mempresentasikan dengan
baik. Mereka dapat menjawab persoalan awal yang diberikan peneliti; 5) Tahap 5
(menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah), dalam tahap ini beberapa pertanyaan muncul
dari peserta didik kelompok lain yang tidak mempresentasikan. Selanjutnya tiap
kelompok diminta membuat laporan kerja tetapi waktu tidak mencukupi sehingga
diteruskan pada pertemuan berikutnya. Peserta didik diberi berbagai variasi
soal dan dengan tanya jawab menyelesaikan soal-soal tersebut. Peserta didik
harus diingatkan kembali tentang prinsip dalam menggunakan rumus luas permukaan
kubus dan balok. Pembuatan laporan
tidak dapat diselesaikan karena waktu yang tidak mencukupi sehingga perlu
tambahan waktu atau diselesaikan di rumah. Pada pertemuan 2, peserta didik menyelesaikan pembuatan laporan.
Peserta didik selanjutnya diberi beberapa soal untuk diselesaikan. Perlu
bimbingan peneliti dalam menyelesaikan soal-soal.
Berdasar
pengamatan refleksi siklus II adalah sebagai berikut: 1) Peneliti lebih
meningkatkan motivasi peserta didik dengan menggali pengetahuan mereka tentang
bentuk prisma di sekitarnya; 2) Keterampilan membuat jaring-jaring prisma dapat
ditingkatkan melalui pemahaman tentang bentuk alas maupun sisi tegak prisma
yang ia buat. Peserta didik dapat memberi nama prisma berdasarkan bentuk
alasnya; 3) Peneliti membimbing peserta didik dalam kelompoknya untuk menemukan
rumus luas permukaan prisma; 4) Waktu yang ada belum mencukupi sehingga ada
kelompok yang belum selesai mengerjakan lembar kerjanya; 5) Peserta didik
diberi berbagai variasi soal dan dengan tanya jawab menyelesaikan soal-soal
tersebut. Peserta didik harus diingatkan kembali tentang prinsip dalam
menggunakan rumus luas permukaan prisma.
Pada siklus III peneliti
merencanakan penelitian sesuai dengan refleksi siklus II. Materi yang dibahas
dalam siklus III adalah luas permukaan limas.
Hasil
nilai kognitif dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel
1. Data Rata- Rata Nilai
Kognitif
No Hasil
Penilaian Kognitif Nilai
1 Siklus I 74
2 Siklus II 77
3 Siklus
III 80
Dari tabel tampak bahwa rata-rata hasil belajar
setelah diberi tindakan mengalami kenaikan.
Data nilai kognitif dibagi menjadi 4
kelompok, apabila dinyatakan dengan diagram batang nampak sebagai
berikut.
Gambar 1. Grafik Distribusi Nilai Siklus I,
II dan III
Tampak bahwa peserta didik dalam mengalami
kenaikan nilai dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan model PBL..
Prosentase jumlah siswa yang mendapatkan nilai
mencapai KKM (70) mengalami
kenaikan setelah diberi tindakan. Apabila data di atas di tampilkan dalam bentuk
grafik garis sebagai berikut.
Gambar 2. Grafik Jumlah Siswa Mencapai Nilai KKM
Dari tabel dan grafik tampak bahwa jumlah nilai yang mendapat nilai di atas KKM
mengalami kenaikan setelah diberi
tindakan.
Hasil
penilaian keterampilan dapat dilihat pada tabel siswa sebagai berikut.
Tabel
2. Rata- Rata Nilai
Kinerja
No Hasil
Penilaian Keterampilan Nilai
1 Siklus I 66
2 Siklus II 83
3 Siklus
III 89
Tampak
bahwa rata-rata nilai kinerja peserta didik mengalami kenaikan dari siklus I ke
siklus II dan ke siklus III.
Hasil angket terhadap pemahaman siswa melalui
pembelajaran dengan model PBL dapat
dinyatakan dengan grafik sebagai berikut.
Gambar 3. Grafik Hasil Angket Siswa
Pembahasan
Berdasarkan hasil angket dengan pembelajaran model Problem Based Learning tampak bahwa jumlah siswa yang cukup memahami
dan sangat memahami mencapai 97 %. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata hasil belajar pada
siklus II mengalami kenaikan dari 74 menjadi 77, pada siklus III dari
77 menjadi 80. Pada siklus III sebanyak 56% berada pada kelompok nilai 82 – 100. Rata-rata pencapaian nilai
lebih dari atau sama dengan nilai KKM juga mengalami kenaikan dari 57% menjadi
72% dan dari 72 % menjadi 80%. Nilai kinerja siswa mengalami kenaikan pada siklus II dari 66 menjadi 83 dan di
siklus III dari 83 menjadi 89. Berdasarkan angket pemahaman siswa diperoleh
bahwa 97 % cukup
memahami dan sangat memahami dalam pembelajaran
menggunakan model PBL.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi kemampuan
materi siswa mengalami kenaikan setelah diberi tindakan, peserta didik memahami
dan sangat memahami dalam pembelajaran.
Dengan diberikan masalah nyata (rill problems) dalam awal pembelajaran maka peserta didik merasa
termotivasi untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut melalui kegiatan
pembelajaran. Masalah (problems) merupakan
wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. PBL menekankan peserta didik untuk secara aktif
membangun pengetahuannya sendiri, bukan menerimanya dalam bentuk jadi dari
guru.
Menurut Nur
(dalam Kemdikbud 2013 :13) langkah- langkah pembelajaran model Problem based Learning (PBL) ada 5 yaitu mengorientasikan peserta didik terhadap masalah, mengorganisasi peserta didik untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok, mengembangkan /menyajikan hasil karya dan menganalisis serta
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Menurut As’ari (dalam
Kemdikbud 2017; 29) penilain pembelajaran berbasis masalah dilakukan antara
lain dengan penilaian kinerja siswa. Pada penilaian kinerja peserta didik diminta unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugasnya.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Basic Learning (PBL) pada siswa
kelas VIII-1 SMP Negeri 18 Jakarta tahun pelajaran 2017/2018 dapat meningkatkan
hasil belajar matematika dalam hal sebagai berikut: 1) Setelah peneliti memberi masalah
nyata (riil
problems) di awal tahap pembelajaran, peserta didik menggunakannya
sebagai sarana untuk membangun pengetahuannya; 2) 97% siswa memahami dan sangat memahami materi
pembelajaran; 3) Terdapat peningkatan rata-rata hasil ulangan akhir siklus I, II dan III
masing-masing 74, 77 dan 80; 3) Rata-rata pencapaian nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM
juga mengalami kenaikan dari 57% menjadi 72% dan dari 72 % menjadi 80%; 4) Hasil penilaian kinerja peserta didik
mengalami kenaikan pada siklus II dari 66 menjadi 83 dan pada siklus III dari
83 menjadi 89.
Model pembelajaran Problem
Basic Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar materi bangun ruang
sisi datar yang dilakukan dalam tahapan: 1) Tahap 1, mengorientasikan peserta didik terhadap masalah; 2) Tahap 2, mengorganisasi peserta
didik untuk belajar; 3) Tahap 3, membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok; 4) Tahap 4, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya; 5)
Tahap 5, menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran
hendaknya pembelajaran bersifat student
centered. Guru sebagai fasilitator atau pembimbing dan menggunakan masalah
nyata di awal tahap pembelajaran sebagai sarana bagi peserta didik untuk
membangun pengetahuannya. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
sehingga diperoleh pengetahuan yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/32789/13/naskah%20publikasi
diunduh 10 Januari 2018
https://pisaindonesia.wordpress.com/
diunduh 15 Januari 2018
Arikunto,
Suharsimi. 2000. Manajemen
Penelitian. Jakarta; Rineka Cipta
Barrows. 1996. Problem Based
Learningin Medicine and Beyond. New direction for Teaching and Learning.Jossey-Bass
Publishers.
Hudoyo,
H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta :
Depdikbud Dikti PPLPTK
Hakim Nasution, A. 1980. Landasan Matematika. Jakarta
: Bharata Aksara.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Algensindo
Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2017. Buku Guru Matematika SMP/MTs Kelas VIII.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2013. Panduan
Penguatan Proses Pembelajaran Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Ruseffendi,
E.T. 1988. Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran
Matematika. Bandung: Tarsito.
Savoi JM
& Andrew, SH (1994) Problem Based
Learning as Classroom solution. Educational Leadership
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit
Tarsito.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Suharsimi,
Suhardjono, Supardi 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suryabrata,
Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian,
Jakarta: PT. Roga Grafindo Persada.
Sutrisman Murtadho,
Tambunan.
1987. Pengajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
.