Rabu, 31 Juli 2019


The Effects of Problem Based Learning Model In Improving Mathematics Outcomes

Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika

Indri Haryani
 haryaniindri@gmail.com 085691862169
Guru Matematika SMP Negeri 18 Jakarta

The purpose of this reseach is to know the effects of Problem Based learning (PBL) on mathematics learning outcomes. This study is class action reseach with subjects from class VIII-1 SMPN 18 Jakarta. The data of this reseach was obtained from test score, performance assessment and questions form. The data were analized using descriptive quantitative and quantitatively based on the percentage of success. This study used in problem based learning was regular polyhedra. The result of this study showed increasement of score in cycle I, II and III were 74, 77 and 80. The value of performance assessment showed increasing result for three cycle (66, 83 and 89  respectively). The learning result that reached minimun standard criteria in three cycles were 57%, 72%, and 80%. Based on the questionnare, 97% of participants had moderate and high understanding in learning using the PBL. The reseacher concluded that PBL have good impact on  the improvement of learning outcomes.

Keywords: learning result, performance assessment, problem based learning.


PENDAHULUAN

Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil belajar yang rendah. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar diperlukan usaha yang efektif untuk mencapai hasil yang terbaik. Untuk mengantarkan peserta didik sukses dalam ujian nasional, guru mengupayakan agar pembelajaran yang dilakukan mendapatkan hasil yang memuaskan. Guru sebagai agen pembaharuan harus mampu berperan dalam membentuk peserta didik yang berkarakter, dan berpikir kritis dengan melakukan inovasi dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi bangun ruang sisi datar. Pada  Problem Based Learning (PBL) menggunakan masalah nyata di awal tahap pembelajaran sebagai sarana bagi peserta didik untuk membangun pengetahuannya. Peserta didik secara individual maupun berkelompok menyelesaikan masalah nyata tersebut dengan menggunakan strategi atau pengetahuan yang telah dimiliki, peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri, bukan menerimanya dalam bentuk jadi dari guru. Melalui PBL peserta didik akan memperoleh pengetahuan yang bermakna.
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar materi bangun ruang sisi datar pada peserta didik kelas VIII-1 SMP Negeri 18 Jakarta tahun pelajaran 2017/2018 ?
Manfaat penelitian ini bagi peserta didik adalah melalui penyelesaian masalah yang diberikan pada awal pembelajaran peserta didik mendapatkan pengalaman bermakna yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Manfaat bagi guru adalah menambah wawasan dan informasi untuk  memilih bentuk-bentuk pendekatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan materi yang akan diajarkan, agar dalam pembelajaran mendapatkan hasil yang maksimal. Manfaat bagi sekolah adalah model PBL dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan tentang peningkatan pembelajaran yang berkualitas.
   Savoi dan Andrew (1994) mengemukakan enam tahapan proses tahapan berbasis masalah sebagai berikut: 1) mulai dengan penyajian masalah; 2) masalah hendaknya berkaitan dengan dunia peserta didik (masalah rill); 3) organisasi pembelajaran sesuai dengan masalah; 4) memberi peserta didik tanggung jawab utama untuk membentuk dan mengarahkan pembelajarannya sendiri; 5) menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran; 6) menuntut peserta didik untuk menampilkan apa yang telah mereka pelajari.
Menurut Kemdikbud (2013: 10) pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka (open-ended) sebagai konteks atau sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta membangun pengetahuan baru.
Menurut  Nur (dalam Kemdikbud 2013 :13) langkah- langkah pembelajaran berbasis masalah mencakup 5 tahap yaitu: 1) Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah, 2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar, 3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Menurut  hasil penelitian  Tany, Utami  ( 2013 ), Berdasarkan penerapan Problem Based Learning (PBL) pada kelas VII-A yang berhasil mencapai indikator keberhasilan, yaitu pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

METODE

Penelitian dilakukan di kelas VIII-1 SMPN 18 Jakarta, selama empat  bulan sejak bulan Februari  2018 s.d Mei 2018. Penelitian dilakukan terhadap 36 peserta didik terdiri atas 17 peserta didik laki-laki dan 19 peserta didik perempuan. Penelitian ini dibantu oleh 2 orang guru teman sejawat sebagai kolaborator dalam pelaksanaan penelitian.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas, sehingga disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini terdiri dari 3 siklus masing-masing siklus meliputi : perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hal ini sesuai pendapat Suharsimi A, Suhardjono, Supardi (2008: 73) PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang yang di dalamnya terdapat empat bahasan utama kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Penilaian dilakukan dalam 3 aspek yaitu penilaian kognitif, penilaian keterampilan melalui penilaian kinerja dan  penilaian afektif untuk menilai respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan memberikan angket pada siswa.
Indikator keberhasilan sebagai berikut: 1) Pada siklus I: a) Hasil belajar 70 peserta didik belum berhasil, b)  Aspek ketrampilan (penilaian kinerja) peserta didik dikatakan berhasil; 2) Pada siklus II: a) Peserta didik diatas KKM (70) minimal 65 % b)  Penilain kenerja (keterampilan) minimal 70 % peserta didik berhasil; 3) Pada siklus III, a) Minimal 75 % peserta didik diatas KKM (70), b) Keterampilan, minimal 80 % peserta didik berhasil, c)  Hasil angket pemahaman, minimal 75% peserta didik dengan skor.
Sumber data meliputi guru, peserta didik ,dokumen dan proses belajar mengajar. Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari lembar kerja siswa (LKS), tes akhir siklus, hasil pengamatan kinerja peserta didik dan hasil angket siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir siklus untuk mengetahui keberhasilan siswa, pengamatan /observasi peserta didik melalui penilaian kinerja dalam proses pembelajaran sebagai penilaian ketrampilan, angket peserta didik untuk mengetahui respon peserta didik  terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning  dan catatan lapangan.
Dalam penelitian ini data  dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penilaian yang dilakukukan adalah : 1) Penilaian kognitif, 4 indikator untuk penilaian keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran rentang nilai 1-25. Skor tertinggi 4 x25 = 100 ,skor terendah 1 x 25 =25. Apabila rata-rata hasil penilaian ≥ 70 maka peserta didik dinyatakan berhasil ( tidak mengalami kesuitan belajar). Apabila rata hasil penilaian peserta didik < 70 maka dinyatakan belum berhasil (masih mengalami kesulitan dalam belajar). Penelitian tindakan ini dinyatakan berhasil apabila jumlah peserta didik yang memperoleh nilai ≥ 70 semakin banyak jumlahnya dari siklus I ke siklus II kemudian ke siklus III. Sehingga peserta didik yang mengalami kesulitan belajar makin berkurang; 2) Penilaian kinerja dengan menetapkan 6 butir indikator  penilaian ketrampilan. Penilaian keterampilan dinyatakan berhasil jika memperoleh nilai ≥ 70. Penelitian tindakan ini berhasil jika jumlah peserta didik yang dikategorikan berhasil lama makin meningkat dari siklus I ke siklus II selanjutnya ke siklus III; 3) Angket dengan 10 butir indikator dengan rentang skor 1-4. Skor terendah peserta didik1x10=10, skor tertinggi 4x10 = 40. Penelitian tindakan ini berhasil jika jumlah peserta didik yang dikategorikan cukup  memahami dan sangat memahami (dengan perolehan skor 26) paling sedikit sebanyak 75%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Refleksi Siklus I (dari hasil pengamatan)  peneliti menemukan masalah yang timbul sebagai berikut: 1) Tahap 1 (mengorientasikan peserta didik terhadap masalah) peserta didik tampak kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang disajikan diawal kegiatan pembelajaran. Peserta didik perlu lebih terbiasa diberi persoalan dari kehidupan sehari-hari untuk memotivasi belajar; 2) Tahap 2 ( mengorganisasi peserta didik untuk belajar), peserta didik membuat jaring-jaring kubus dan balok. Semua kelompok dapat membuat jaring-jaring kubus dan balok. Peserta didik dalam kelompoknya menentukan luas permukaan dari jaring-jaring yang ia buat. Sebagian peserta didik masih kesulitan menentukan luas permukaan kubus dan balok. Peneliti mengingatkan tentang luas persegi dan persegi panjang; 3) Tahap 3 (membimbing penyelidikan individual maupun kelompok), dalam tahap ini peneliti membimbing peserta didik dalam kelompoknya untuk menemukan rumus luas permukaan kubus dan balok; 4) Tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya), pada saat diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya, dua kelompok belum selesai mengerjakan lembar kerjanya. Tampaknya waktu belum mencukupi untuk menyelesaikan pekerjan tersebut. Dua kelompok berhasil mempresentasikan dengan baik. Mereka dapat menjawab persoalan awal yang diberikan peneliti; 5) Tahap 5 (menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah), dalam tahap ini beberapa pertanyaan muncul dari peserta didik kelompok lain yang tidak mempresentasikan. Selanjutnya tiap kelompok diminta membuat laporan kerja tetapi waktu tidak mencukupi sehingga diteruskan pada pertemuan berikutnya. Peserta didik diberi berbagai variasi soal dan dengan tanya jawab menyelesaikan soal-soal tersebut. Peserta didik harus diingatkan kembali tentang prinsip dalam menggunakan rumus luas permukaan kubus dan balok. Pembuatan laporan tidak dapat diselesaikan karena waktu yang tidak mencukupi sehingga perlu tambahan waktu atau diselesaikan di rumah. Pada pertemuan 2, peserta didik menyelesaikan pembuatan laporan. Peserta didik selanjutnya diberi beberapa soal untuk diselesaikan. Perlu bimbingan peneliti dalam menyelesaikan soal-soal.
Berdasar pengamatan refleksi siklus II adalah sebagai berikut: 1) Peneliti lebih meningkatkan motivasi peserta didik dengan menggali pengetahuan mereka tentang bentuk prisma di sekitarnya; 2) Keterampilan membuat jaring-jaring prisma dapat ditingkatkan melalui pemahaman tentang bentuk alas maupun sisi tegak prisma yang ia buat. Peserta didik dapat memberi nama prisma berdasarkan bentuk alasnya; 3) Peneliti membimbing peserta didik dalam kelompoknya untuk menemukan rumus luas permukaan prisma; 4) Waktu yang ada belum mencukupi sehingga ada kelompok yang belum selesai mengerjakan lembar kerjanya; 5) Peserta didik diberi berbagai variasi soal dan dengan tanya jawab menyelesaikan soal-soal tersebut. Peserta didik harus diingatkan kembali tentang prinsip dalam menggunakan rumus luas permukaan prisma.
Pada siklus III peneliti merencanakan penelitian sesuai dengan refleksi siklus II. Materi yang dibahas dalam siklus III adalah luas permukaan limas.
Hasil nilai kognitif dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Data Rata- Rata Nilai Kognitif
No                   Hasil Penilaian Kognitif                                   Nilai
1                      Siklus I                                                  74
2                      Siklus II                                                 77
3                      Siklus III                                                80

Dari tabel tampak bahwa rata-rata hasil belajar setelah diberi tindakan mengalami kenaikan.
Data nilai kognitif dibagi menjadi 4  kelompok, apabila dinyatakan dengan diagram batang nampak sebagai berikut.
Gambar 1.  Grafik Distribusi Nilai Siklus I, II dan III

Tampak bahwa peserta didik dalam mengalami kenaikan  nilai dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL..
Prosentase jumlah siswa yang mendapatkan nilai mencapai KKM (70) mengalami kenaikan setelah diberi tindakan. Apabila data di atas di tampilkan dalam bentuk grafik garis sebagai berikut.

Gambar 2. Grafik Jumlah Siswa Mencapai Nilai KKM

Dari tabel dan grafik tampak bahwa jumlah nilai yang mendapat nilai di atas KKM mengalami kenaikan setelah diberi tindakan.
Hasil penilaian keterampilan dapat dilihat pada tabel siswa sebagai berikut.

Tabel 2. Rata- Rata Nilai Kinerja
No                   Hasil Penilaian Keterampilan               Nilai
1                      Siklus I                                                  66
2                      Siklus II                                                 83
3                      Siklus III                                                89

Tampak bahwa rata-rata nilai kinerja peserta didik mengalami kenaikan dari siklus I ke siklus II dan ke siklus III.
Hasil angket terhadap pemahaman siswa melalui pembelajaran dengan model PBL dapat dinyatakan dengan grafik sebagai berikut.

Gambar 3. Grafik Hasil Angket Siswa

Pembahasan

Berdasarkan hasil angket dengan pembelajaran model Problem Based Learning  tampak bahwa jumlah siswa yang cukup memahami dan sangat memahami mencapai 97 %. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata hasil belajar pada siklus II mengalami  kenaikan dari  74 menjadi 77, pada siklus III dari 77 menjadi 80. Pada siklus III sebanyak 56% berada pada kelompok  nilai 82 – 100. Rata-rata pencapaian nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM juga mengalami kenaikan dari 57% menjadi 72% dan dari 72 % menjadi 80%. Nilai kinerja siswa mengalami kenaikan  pada siklus II dari 66 menjadi 83 dan di siklus III dari 83 menjadi 89. Berdasarkan angket pemahaman siswa diperoleh bahwa 97 % cukup memahami dan sangat memahami dalam pembelajaran menggunakan model PBL.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi kemampuan materi siswa mengalami kenaikan setelah diberi tindakan, peserta didik memahami dan sangat memahami dalam pembelajaran.  Dengan diberikan masalah nyata (rill problems) dalam awal pembelajaran maka peserta didik merasa termotivasi untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut melalui kegiatan pembelajaran. Masalah (problems) merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. PBL menekankan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuannya sendiri, bukan menerimanya dalam bentuk jadi dari guru.
Menurut  Nur (dalam Kemdikbud 2013 :13) langkah- langkah pembelajaran model Problem based Learning (PBL) ada 5 yaitu mengorientasikan peserta didik terhadap masalah, mengorganisasi peserta didik untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan /menyajikan hasil karya dan menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Menurut As’ari (dalam Kemdikbud 2017; 29) penilain pembelajaran berbasis masalah dilakukan antara lain dengan penilaian kinerja siswa. Pada penilaian kinerja  peserta didik diminta unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugasnya.

PENUTUP

        Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Basic Learning (PBL) pada siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 18 Jakarta tahun pelajaran 2017/2018 dapat meningkatkan hasil belajar matematika dalam hal sebagai berikut: 1) Setelah peneliti memberi masalah nyata (riil problems) di awal tahap pembelajaran, peserta didik menggunakannya sebagai sarana untuk membangun pengetahuannya; 2) 97% siswa memahami dan sangat memahami materi pembelajaran; 3) Terdapat peningkatan rata-rata hasil ulangan akhir siklus I, II dan III masing-masing 74, 77 dan 80; 3) Rata-rata pencapaian nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM juga mengalami kenaikan dari 57% menjadi 72% dan dari 72 % menjadi 80%; 4) Hasil penilaian kinerja peserta didik mengalami kenaikan pada siklus II dari 66 menjadi 83 dan pada siklus III dari 83 menjadi 89.
Model pembelajaran Problem Basic Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar materi bangun ruang sisi datar yang dilakukan dalam tahapan: 1) Tahap 1, mengorientasikan peserta didik terhadap masalah; 2) Tahap 2,  mengorganisasi peserta didik untuk belajar; 3) Tahap 3, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) Tahap 4, mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) Tahap 5, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran hendaknya pembelajaran bersifat student centered. Guru sebagai fasilitator atau pembimbing dan menggunakan masalah nyata di awal tahap pembelajaran sebagai sarana bagi peserta didik untuk membangun pengetahuannya. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan dan menyajikan hasil karya sehingga diperoleh pengetahuan yang bermakna.







DAFTAR  PUSTAKA

https://pisaindonesia.wordpress.com/ diunduh 15 Januari 2018
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta; Rineka Cipta
Barrows. 1996. Problem Based Learningin Medicine and Beyond. New direction for Teaching and Learning.Jossey-Bass Publishers.
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud Dikti PPLPTK
Hakim Nasution, A. 1980. Landasan Matematika. Jakarta : Bharata Aksara.
HamalikOemar2002Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Algensindo
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Buku Guru Matematika SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Panduan  Penguatan Proses Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Ruseffendi, E.T. 1988. Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito.
Savoi JM & Andrew, SH (1994) Problem Based Learning as Classroom solution. Educational Leadership
Slameto2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Suharsimi, Suhardjono, Supardi 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Roga Grafindo Persada.
Sutrisman Murtadho, Tambunan. 1987. Pengajaran Matematika. Jakarta: Universitas  Terbuka.

.